Biografi Mbah Moen sebagai Tokoh Alim Ulama Dunia
aldanpost- Biografi Mbah Moen sebagai Tokoh Alim Ulama Dunia! Mbah Moen dikenal sebagai salah satu tokoh alim ulama yang disegani oleh para santri maupun masyarakat umum di Indonesia. Mbah Moen lahir di kabupaten Rembang bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang merupakan putra bungsu dari ulama Kiai Zubair yang merupakan sosok terpandang.
Beliau
pernah menjadi murid daribebefapa tokoh ulama terkenal, serta sang ibu adalah
putri dari Kyai Ahmad bin Syu'aib. Sang ayah, yakni Kyai Ahmad bin Syu'aib juga
dikenal menjadi salah satu alim ulama yang memiliki keteguhan hati dalam
memegang prinsip agama Islam.
![]() |
Biografi Mbah Moen |
Mengenal Biografi Mbah Moen sebagai Tokoh Alim Ulama
Kehidupan Pribadi Mbah Moen
Biografi
Mbah Moen
memiliki 2 istri yang bernama Nyai Fahimah, putri dari Kiai Baidhowi Lasem dan
dikaruniai 7 orang anak. Istri kedua Mbah Moen bernama Nyai Masthi'ah dan dari
oernikaha tersebut telahvdikaruniai 6 orang anak laki laki dan juga 2 anak
perempuan. Nama anak yang beliau miliki dari pernikahan ini adalah KH. Majid
Kamil, Gus Ghofur, Gus Ro'uf, Neng Rodhiyah, Gus Wafi, Gus Idror, serta ada
juga juga Gus Yasin.
Berdasar Mbah Moen ada juga putri dari Mbah Moen yang bernama Neng Shobihah dan kini
sudah meninggal. Anak anak Mbah Moen saat ini sudah menjadi salah seorang tokoh
yang memiliki nama di bidang politik dengan kemampuan handal, yakni Gus Yasin
yang pernah menjabat sebagai Wagub Jateng.
Mbah Moen belajar ilmu agama
Sekitaran
tahun 1945, Mbah Moen mulai menempuh pendidikan di Pondok Lirboyo Kediri yang
menjadi langkah awal pendidikan beliau. Beliau menimba ilmu agama dari berbagai
ulam, termasukndi pondok pesantren Lirboyo Kediri berguru di bawah bimbingan
KH. Abdul Karim alias Mbah Manaf dan mulai menimba ilmu agama ke KH. Mahrus Ali
dan juga KH. Marzuqi.
Setelah
menginjak dewasa, Mbah Moen memutuskan untuk berhijrah ke Makkah dan tempat
tinggal di sana kurang lebih sekitar 2 tahun. Ketika berada di usia 21 tahun,
Mbah Moen melanjutkan pendidikan agama ke Makkah Al-Mukarromah dan sudah
direstui sang kakek yang bernama KH Ahmad bin Syu'aib.
Mbah
Moen mendapatkan ilmu dari banyak ulama terkemuka, mulai Sayyid 'Alawi bin
Abbas Al-Maliki, Sayyid Amin Al-Quthbi, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath,
Syaikh Yasin bin Isa Al-Fadani, serta berbagai ulama terkemuka lainnya.
Kiai yang senang berkelana
Ketika
berada di Makkah, Mbah Moen sangat dekat dengan Kiai Sahal Mahfudh yang juga
dikenal sering berkelana ke berbagai pondok pesantren di Tanah Jawa. 2 tahun
berada di Tanah Suci Mekkah, Mbah Moen mulai memutuskan untuk kembali ke
kampung halaman asalnya dan meluangkan waktu mengaji bersama ulama di Tanah
Jawa.
Beberapa
ulama yang menjadi tempat beliau berguru seperti Kiai Baidhowi, Kiai Bisri
Musthofa Rembang, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Wahab Chasbullah, dan Kiai Muslih
Mranggen Demak. Ada juga ulama lain tempat beliau berguru, seperti Kiai
Abdullah Abbas Buntet di Cirebon, Syekh Abul Fadhol Senori di Tuban, serta
masih banyak beberapa kiai lainnya.
Karya Mbah Moen
Mbah
Moen sempat menuliskan beberapa karya dengan kitab yang menjadi rujukan para
santri dari dulu hingga sekarang. Selain itu, sebagai ahli agana atau alim
ulama Mbah Moen juga menuliskan beberapa kitab kitab yang sering dijadikan
sebagai rujukan begi para santrinya.
Karya
tulisan Nushushul Akhyar adalah kitab karangan Mbah Moen yang memberikan
pernyataan mengenai penetapan waktu awal puasa, Idul Fitri, serta bahasan
seputar tempat Sa'i. Berdasar Biografi
Mbah Moen ada juga kitab kitab yang beliau tulis dan sudah sangat terkenal.
Kemasyhuran Mbah Moen
Mbah
Moen semasa hidupnya pernah mengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang,
serta juga menjadi salah satu ulama yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan keilmuan agama di Nusantara. Pondok Pesantren Al Anwar Sarang
menjadi salah satu tempat beliau dalam memperjuangkan penyebaran ilmu agama
Islam di tanah Jawa.
Terutama
dalam dunia pesantren salaf abad saat ini. Selain itu, di negara kawasan Timur
Tengah nama Mbah Moen sudah sangat tidak asing dan begitu termasyhur di
kalangan para santri dan ulama ulama Timur Tengah. Pondok Pesantren ini
dibangun pada 1965 dan tepatnya berada di Karangsangu Sarang, kabupaten
Rembang.
Pesantren
ini juga menjadi rujukan para santri dalam mempelajari buku kuning dan
mendukung tur para santri dalam belajar agama. Di tahun 2008, Mbah Moen
memperluas bangunan pondok pesantren dan mulai dikelola oleh putranya yang
bernama KH. Ubab Maimun.
Kemasyhuran
beliau tidaklah lepas dari kunjungan kunjungan Mbah Moen yang sewaktu masih
muda yang membuat para putra putri, dzurriyah dan santri beliau tersebar di
berbagai negara. Terutama bagi orang orang yang ingin melanjutkan studi agama.
Hal ini memunculkan banyaknya ulama yang hampir setiap bulan mengunjungi rumah
beliau.
Misalnya
saja seperti ulama dari Timur Tengah (Mesir, Makkah, Yaman, Suriah, serta
Lebanon) yang sering berkunjung. Seperti di negeri Syam arau Suriah, Mbah Moen
mencatatkan setidaknya 2 dua kali atau justru lebih telah berkunjung seperti di
penghujung tahun 2003.
Setelah
kunjungan inilah, ada begitu banyak kunjungan ulama ulama yang berasal dari
negeri Syam Suriah. Beliau berkunjung ke rumah Mbah Moen dengan tujuan untuk
menyambung tali silaturahmi dan menambah keilmuan agama.
Syaikh
Maimoen atau Mbah Moen menjadi salah satu sosok yang mampu untuk menjadi suri
tauladan bangsa Indonesia, meski umurnya sudah ke sekian. Mbah Moen tetap
ikhlas niat berkhidmat pada umat, salah satunya adalah dengan mendirikan pondok
pesantren yang memiliki santri begitu banyak.
Inilah
sebabnya, masyarakat Indonesia saat ini sama sekali tidak ragu dan berani untuk
mengatakan bila Mbah Moen menjadi salah satu "Ka'batul Qusshod". Arti
dari Ka'batul Qusshod adalah menjadi pusatnya orang orang yang ingin
mempelajari ilmu agama dan menjadi contoh tokoh perjuangan Islam.
Biografi Mbah Moen dan
Akhir Perjalanan nya
Semasa
hidupnya, beliau juga menjadi tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), dan juga menjadi pengasuh pondok pesantren Al-Anwar di
Rembang Tanah Jawa. Aktivitas beliau semasa hidup ini diwarnai dengan kiprahnya
di dunia politik Indonesia dan sebagai salah satu ulama suri tauladan.
KH
Maimun Zubair sendiri wafat di usia 91 tahun dan berpulang saat beliau tengah
menjalankan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi. Kepergian beliau
seolah membuat keluarga besar Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang,
berduka dan mengharukan kepergian beliau.
Wafatnya
Mbah Moen juga menjadi kabar duka dan kehilangan besar bagi segenap warga
Nahdliyin karena menjadi sosok yang patut diteladani dan memiliki segala sifat
maupun sikap kebajikan. Mbah Moen menjadi salah satu ulama waratsatul anbiya'
atau pewaris para nabi dan memberikan sifat yang meniru Rasulullah SAW.
Berdasarkan
biografi Mbah Moen, beliau menjadi ulama yang zuhud, santun, tegas, sabar,
penyayang, banyak bersyukur, rendah hati, bijaksana, serta banyak akhlak
terpuji lain sebagai sikap seorang alim ulama.
Posting Komentar untuk "Biografi Mbah Moen sebagai Tokoh Alim Ulama Dunia"